Mungkin teman-teman millenial banyak yang lupa band satu ini dan sebagian yang lain mungkin ingat band ini dengan sinetron Sebelum Cahaya dan Intan yang pernah mengudara di layar televisi kita. Ya, betul. Mereka adalah Letto, sebuah band yang berasal dari Yogyakarta dan mengudara bebarengan dengan beberapa musisi yang sangat terkenal di eranya seperti D’masiv, Peterpan, Nidji, Zigaz, Yovie and Nuno, dan lain-lain. Letto dan beberapa musisi ini sangat ramah di telinga anak-anak 2000-an ke atas, termasuk aku yang sudah mengikuti mereka dari lagu Sebelum Cahaya atau album kedua mereka bertajuk Don’t Make Me Sad di tahun 2007. Aku merupakan penggemar Letto, aku sangat menyukai lagu-lagu mereka. Sepertinya Letto turut membentuk aku bagaimana aku menyikapi soal Cinta saat aku SD dan Tuhan saat aku sudah menginjak di umur 20-an saat ini.
2007, saat itu aku masih kelas 3SD. Waktu itu, aku pernah jatuh cinta dengan teman sekelasku. Agak lebay ya bocah kelas 3 SD udah bilang jatuh cinta. Aku suka sama teman sekelasku. Aku tengah bersandar di daun pintu kelasku menunggu seraya memperhatikan satu per satu siswa menuntun sepeda kayuh mereka melewati kelasku karena belakang kelasku merupakan parkiran sepeda siswa. Lalu tak lama dia datang, aku melihatnya sudah seperti dalam scene sinetron, rambutnya yang terurai sebahu mendadak ditiup angin yang sangat kencang. Aku melihat hal itu langsung terhipnotis dan seperti ada malaikat yang menancapkan rasa suka ini kepadanya tapi beruntungnya, cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Rasa sukaku diterima ketika kelas 6SD, dengan terpaksa hahaha dan hanya bertahan seharian. Lalu kami balikkan ketika kelas 1SMP tapi kali ini lebih lama.
Sorenya ketika aku masih di kelas 3 SD, aku pulang ke rumah dan menonton MTV, sebuah acara televisi yang menayangkan lagu-lagu terkini dan muncul lah saat itu Letto dengan single berjudul Sebelum Cahaya. Nadanya yang begitu menyihir. Saat itu aku bodoh sekali karena aku menikmati lagu mereka karena nada mereka sangat lembut dan berhasil menunjukkan bahwa rasa cinta itu terdengar sangat lembut. Aku bahkan hanya asal menyanyikan lirik mereka tanpa memahami lebih dalam. Pengetahuanku mengenai musik hanya sekedar “Oh ini lagunya bagus didengar, oh yang ini tidak enak didengar” sampai hingga detik ini. Tapi yang berbeda, kali ini aku mencoba lagi memahami lirik lagu Letto dan anehnya, dulu waktu aku belum paham mengenai lirik lagunya, aku selalu menganggap lagu-lagunya berbicara mengenai cinta padahal setelah aku membaca lagi dan lagi lirik lagunya, aku menemukan bahwa Letto adalah band semi-religi karena di lagu Sandaran Hati, Lubang di Hati dan Fatwa Hati liriknya berbicara mengenai Manusia dan Tuhan.
Nah, di kesempatan kali ini, aku akan membedah makna dari lirik tiga lagu Letto, yaitu Sandaran Hati, Lubang di Hati, dan Fatwa Hati. Tulisan ini aku buat dengan pengalaman spiritualku sendiri, aku tidak menggunakan teori yang berat-berat, yang digunakan oleh filsuf-filsuf Yunani.
SANDARAN HATI
Un sftuk liriknya kalian bisa cek di sini yaaa “Lirik Sandaran Hati” wkwk. Kepanjangan kalo nulis di sini. Di salah satu acaranya Mbah Nun atau akrab dipanggil Cak Nun, Mas Noe pernah bilang kalau Sandaran Hati itu ditulis saat lagi depresi-depresinya. Itulah kenapa lirik di lagu ini sedikit depresif.
Ada beberapa penggalan lirik lagu yang sampai saat ini masih terngiang dan sedikit relatable.
“Aku dan nafasku, merindukanmu”.
“Aku dan nafasku…” bisa diartikan secara harafiah atau makna lain seperti aku dan hidupku. Lalu “…merindukanmu”, di jurusanku ada yang bilang “-mu” pada kata “merindukanmu” merupakan sebuah suffix yang merujuk pada kata ganti kedua “kamu”. Nah, “merindukanmu” di sini merindukan siapa? Menurutku “Merindukanmu bisa saja “Merindukan-Mu” yang berarti rindu dengan Tuhan. Ini sangat relate denganku karena jujur, aku sudah capek dengan yang namanya hidup. Jadi, bawaannya aku selalu merindukan Tuhan.
Tuhan lagi-lagi disebut dalam penggalan lirik berikutnya.
“Terpurukku di sini, teraniaya sepi.
dan ku tahu pasti, kau menemani.
Dalam hidupku, kesendirianku”.
Dari penggalan lagu ini terlihat sangat jelas, bukan? Bahwa lagu ini terdengar begitu depresif. Jadi, sehancur-hancurnya hidupku, sepayah-payahnya aku menjalani kehidupan, aku tahu kok Tuhan pasti menemani. Aku juga sama-sama merasakan kesepian belakangan ini. Merasa selalu sendiri.
“Teringat kuteringat
Hanya sekejap ku berdiri
Kulakukan sepenuh hati
Siang dan malam yang berganti
Jika kaulah sandaran hati
Kaulah sandaran hati”
“Inikah yang kau mau
Hanyalah engkau yang kutuju
Bimbing langkah kakiku
Aku hilang arah
Tanpa hadirmu
Malam hariku”
Lubang di Hati
Tapi ku sadari ada lubang dalam hati
Ku menanti jawaban apa yang dikatakan oleh hati
Selama ini ku cari tanpa henti
Apakah itu cinta apakah itu cita
Yang mampu melengkapi lubang di dalam hati”.
Tapi ku sadari bukan itu yang kucari
Dan ku yakin kau tak ingin aku berhenti”
Fatwa Hati
Temukanku di fatwa hatimu”.
Kalau kalian, kalian ada gak sih Band yang turut berkontribusi membuat kalian terhubung secara emosional? Kalau aku, Letto. Apa yang aku tulis di sini BUKAN sesuatu yang MUTLAK kebenarannya karena semua yang aku tulis adalah berdasarkan apa yang aku rasakan. Jadi, kalian boleh setuju, boleh engga. Namanya juga pengalaman, kan gak semua orang mengalami pengalaman spiritual yang sama dan gak semua orang berasal dari level spiritual yang sama pula dan hal itu sangat tidak apa-apa jika kalian merasakan hal yang berbeda dari apa yang aku tulis di sini.
Tulisan ini aku buat sebagai surat cintaku kepada Letto sebagai band yang sudah aku kagumi sejak SD, sampai Letto pernah dibuatkan mini serinya sendiri yang aktornya dibintangi oleh crew band-nya masing-masing, sampai nonton sinetron Intan dan Sebelum Cahaya, sampai mendengar kabar Mas Sabrang menikah. Tapi aku bukan fans yang sefanatik itu sih. Aku adalah Plettonic yang biasa-biasa aja wkwkwk.
Semangat mas-mas.e
Aku menunggu lagu terbaru mas-mas.e muncul lagi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar