Bagi yang belum tahu, aku baru bisa mengendarai sepeda motor itu baru-baru ini tapi aku masih belum berani untuk mengendarai di jalan raya yang besar seperti Jl. Ir. Soekarno atau warga Rungkut, Surabaya menyebutnya MERR (Middle East Ring Road). Aku berani mengendarai motor di sekitar rumah seperti ke Indomaret atau sekedar beli bensin. Jadi, ketika Mama memintaku untuk membayarkan internetnya di Indomaret, aku langsung menuruti permintaannya. Tapi, kalau Mama memintaku untuk ke tempat yang mana aku harus melewati jalan besar, aku menolak.
Waktu itu kami ada acara syukuran karena rumah kami selesai direnovasi. Tante memintaku untuk mengantarkannya membeli bahan-bahan masakan di pasar dekat rumah. Aku menyetujuinya. Awalnya Tante minta diantarkan Mama tapi Tante berubah pikiran dan memintaku untuk mengantarkannya. Aku mengeluarkan sepeda motorku dari garasi. Aku menaikinya dan menyalakan motornya dengan menekan tombol starter, rem, dan memberikan sedikit tarikan gas. Ketika motor sudah menyala, tanteku menaiki di belakangku. Aku pun mengantarkannya sampai pasar dekat rumah.
Pasar dekat rumah tidak seperti pasar umumnya yang berada dalam gedung yang dikhususkan untuk penjual pasar. Pasar dekat rumah berbentuk gang kecil yang berisikan warganya yang kebanyakan merupakan penjual sehingga buka setiap setelah subuh hingga pukul 09.00 W.I.B dan lokasi gang pasar tersebut berada di jalan raya yang kecil sekali yang hanya bisa dilewati dua mobil. Aku memakirkan sepeda motorku di seberang pasar. Aku menunggu selama 3 menit hingga akhirnya Tante selesai dan membawa sekantong ayam mentah.
Aku menekan rem dan menarik gasnya untuk menyalakan motorku. Tante menyeberang jalan lalu menaruh sekantong ayam tadi ke dalam gantungan motor. Lalu aku menarik gas motor dan pergi ke pasar selanjutnya yang diminta Tante.
Dalam perjalanan Tante bilang “Kamu kalau nyetir, enak juga ya, Za?”
Dari beberapa orang yang sudah aku gonceng, Tante adalah orang yang pertama memuji gaya menyetirku. Aku tidak berniat untuk menyetir secara pelan-pelan tapi memang secepat itu aku bisa menyetir kalau lagi gonceng siapapun.
“Masa sih, Te?” Tanyaku untuk mengonfirmasi kembali.
“Iya, Za. Coba kalo Tante disetir sama adek sepupumu itu. Wih, dia suka ngebut, Za. Belum lagi dia suka ngerem mendadak. Duh.. Jantung Tante mau copot rasanya. Disetir sama Mamamu ya sama aja. sama-sama suka ngebut. Tante suka takut kalo disetir sama mereka.”
Aku diam saja dan fokus pada apa yang ada di depanku. Dalam diamku, aku sangat suka dipuji seperti itu. Jarang-jarang aku mendapat pujian dari keluarga sendiri. Biasanya aku dibanding-bandingkan dengan saudara yang lebih hebat tapi ini tidak, aku justru dibanding-bandingkan dengan saudara bahkan mama yang lebih buruk dalam berkendara.
Meskipun jarak yang kami tempuh tidak sampai 1 kilometer, tetap saja itu merupakan pengalaman berkendara yang sangat indah bagi pengemudi motor yang masih jauh dari kata handal sepertiku. Memang benar ya, momen yang bagus tercipta pada seseorang yang tepat, bukan pada siapa atau seberapa tinggi derajat orang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar