Minggu, 01 Januari 2023

Pohon Waktu dan Si Abu-Abu

 Ditulis oleh Reza Fernanda

Pintu hitamnya terbuka lalu keluarlah seorang pria dengan banyak lumuran darah di sekujur tubuhnya yang tengah menyeret pedangnya. Dia berjalan sangat tertatih-tatih. Dia menutup pintu hitam tersebut dan menguncinya. Lalu dia langsung terjatuh dengan bersandar di pintu tersebut. Nafasnya terengah-engah seperti telah bertarung selama berabad-abad. Kalian bisa melihat pria itu tengah beristirahat dan mengumpulkan tenaga di bawah sebuah lampu yang terletak tepat di atas pintu hitam itu.

-*-

Akhirnya aku bisa membunuh buku hitam dan si Abu-abu sialan itu. Batinku di tengah aku beristirahat. Aku baru sadar aku berada di sebuah balkon di dalam ruangan yang sangat besar dan serba hitam. Di tengahnya terdapat pohon raksasa. Mungkin sekitar 30 meter. Aku mengadah kepalaku, memandangi pohon ini dari atas hingga bawah. Di bagian tengah pohon tersebut ada pasir waktu yang tengah berjalan. Pasir di atas masih sangat banyak.

Besarnya. Batinku.

Kamu suka banget ngebatin, ya?. Terdengar suara bariton yang menggema. Aku tidak tahu darimana asalnya suara yang berat ini.

“Siapa?” Ucapku dengan nada sedikit tinggi.

Pohon yang tengah kamu lihat. Tiba-tiba pohon itu bergerak. Aku langsung berdiri. Aku memaksakan tubuhku yang daritadi merasakan sakit dan sulit digerakkan untuk bergerak. Aku langsung mengarahkan pedangku ke arahnya. Ketika pohon itu sedang berubah menjadi sesuatu, suara retakan mulai terdengar saling bersahutan. Pohon itu berubah bentuk menjadi setengah banteng, setengah manusia. Pasir waktu yang tadinya tertempel di pohon tadi ternyata menjadi kalung di leher Minotaur Pohon ini.

“Kenapa Minotaur sepertimu bisa berubah menjadi pohon?”. Tanyaku yang menggenggam pedang dengan kedua tanganku yang mengarahkannya ke arah Minotaur.

Aku adalah pohon waktu. Bukan aku yang bisa berubah menjadi seekor Minotaur, tapi kamu yang mengubahku. Aku adalah perwujudan dari fantasimu dan aku mohon..

Letakkan pedangmu, Anak Muda. Aku janji tidak akan menyakitimu…

“…Tapi akan membunuhku?” Ucapku yang masih mengarahkan pedang pada Minotaur. Dia diam sejenak lalu duduk secara perlahan. Setiap gerakannya selalu menciptakan beberapa suara retakan yang sangat kenccang sekali.

Mari kita bicarakan sesuatu.

“KAMU AJA BELUM JAWAB PERTANYAANKU!” Teriakku.

Pastinya.

“Kenapa tidak membunuhku sekarang?”

Untuk apa? Toh, suatu saat kamu akan meninggal…

..oleh waktu. Lanjutnya sambil menunjukkan jam pasirnya dengan bangga. Setelah mendengar ucapannya, aku menurunkan pedangku dan kembali bersandar di pintu tadi.

Ini adalah waktu hidupmu, Anak Muda. Masih ada banyak waktu untuk bertahan dan berjuang tapi tentu saja, jangan membuang waktumu untuk hal yang sia-sia.

Aku terdiam setelah mendengar penjelasannya yang panjang. Aku melihat pasir waktunya secara perlahan menjatuhkan satu per satu butir pasirnya. Dia tahu aku memperhatikan pasir waktunya lalu menatapku lagi.

Sekarang kamu tahu, kan siapa lawanmu? Lawanmu bukan lagi manusia, melainkan WAKTU. Kamu pikir waktu yang kamu rasakan sejak kecil hingga sekarang berjalan maju? Mungkin setelah lulus, kamu merasa pasir waktu ini telah dibalik dan sekarang waktunya seakan berjalan mundur. Pasir waktu ini dari dulu sudah berjalan mundur, sejak kamu lahirAku tahu yang kamu takutkan, Mama atau Papa akan meninggal, sedangkan kamu belum bisa membiayai dirimu sendiri.

Aku terdiam. Aku tidak bisa melawan apa yang dia katakan. Semuanya benar. Aku kembali duduk dan lemas.  Aku merenungkan semua yang dikatakannya.

Aku juga tahu kondisi pikiranmu seperti apa. Kamu pasti sedang melawan ideologimu dan logikamu, kan?. Dia menjulurkan tangannya lalu membuka telapak tangannya. Tiba-tiba muncul layar hologram yang menampilkan peperangan antar kelompok Ideologi dan kelompok Logika yang sepertinya tidak akan menang.

Benar, tidak ada satupun yang menang, kecuali ada yang harus mengalah. Lalu layar hologram tadi lenyap. Dia menurunkan tangannya kembali.

Memang benar, tidak ada satupun yang bisa menang oleh waktu. Semuanya pasti meninggal. Yang bisa kamu lakukan sekarang, bertahan atau maju dan berjuang.

Aku masih tidak bisa menjawab apa yang dikatakannya. Tiba-tiba balkon ini turun seperti lift. Dia mengarahkan tangannya ke arahku dan muncul serbuk hijau dari tangannya. Dalam waktu singkat, seluruh luka di tubuhku sembuh. Pagar balkon perlahan turun dan di ujung ruangan ada satu pintu yang terbuka. Aku mengadahkan wajahku menatap Minotaur.

Kita pasti akan bertemu lagi. Sekarang, pergilah. Sesuai intruksinya, aku berjalan menuju pintu itu dengan membawa pedangku. Aku berhenti di daun pintu dan menoleh sekali lagi ke arahnya.

“Sebenarnya, aku gak suka diceramahi. Terima kasih”

Sama-sama dan Selamat Ulang Tahun..

..,Reza.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar