Minggu, 01 Januari 2023

Mbah

  

    Semalam, aku mengadakan acara memanggang daging untuk merayakan malam tahun baru. Kami sudah mempersiapkannya sedari tadi sore dan siap untuk menyantapnya malam nanti. Aku membeli dua jenis daging, yaitu daging Slice Beef dan Saikoro. Saikoro merupakan daging yang berbentuk seperti dadu. Jadi, jika kalian sedang bermain boardgame tetapi kehilangan dadu, cobalah kalian minta ke salah satu dari teman kalian untuk pergi ke toko daging dan membeli Saikoro sebagai pengganti dadu kalian yang hilang. Selain daging, kami juga menyiapkan beberapa cemilan seperti sosis, dan aneka macam dimsum. Ditambah Papa juga sudah memasak nasi.    

    Aku bercanda. Haha. Tentu saja aku tidak memanggang daging seorang diri. Aku ditemani oleh Papa, lalu juga ada Tante, adik dari Mama, dan sepupuku. Mama dan kedua adikku tidak menyukai daging panggang sehingga kami berempat yang memanggang daging. Kami sangat menikmati santapan kami malam itu. Karena memanggang daging, aku jadi teringat dengan Mbah (Kakek dari Mama) yang telah meninggalkan kami dua tahun yang lalu. Aku sangat ingat ketika Mbah masih hidup. Kami merayakan tahun baru dengan berkumpul di rumah Mbah dan mengadakan bakar-bakar. Saat itu kami belum mengerti dan aku belum mengenal dengan yang namanya restoran All You Can Eat sehingga kami saat itu memanggang jagung yang diolesi dengan mentega, serta memanggang bebek dan ayam bakar yang sangat pedas, yang saat itu akulah satu-satunya yang ada di sana yang tidak memakan ayam dan bebek bakar tersebut.   Bahkan ketika aku melihat Mbah dua hari sebelum hari kematiannya, aku sempat mengajaknya untuk bakar-bakar bersama lagi dengan harap Mbah memiliki semangat juang untuk sembuh. Setiap Mama, dan Tante yang menjenguk Mbah dan mengajak hal yang sama seperti yang aku ucapkan, Mbah tidak memberikan respon. Hanya aku yang mendapatkan respon dari Mbah.

“Mbah, ayo sembuh. Kita bakar-bakar bareng lagi, ya. Mbah mau ndak.” Ucapku dengan lembut karena di dalam UGD, kami dilarang untuk berisik. Selain Mbah, ada 5 pasien juga yang ada di sana. Semuanya sedang berjuang untuk bangkit dari penyakit yang mereka derita. Seperti Mbah yang sudah berjuang tetapi dua hari kemudian ketika aku sedang di rumah menunggu Mama dan Papa pulang dari rumah sakit, aku mendapatkan telpon dari Mama bahwa aku harus ke rumah Mbah sesegera mungkin karena Mbah sudah tidak ada. 

Ketika kami mengadakan acara tahun bersama untuk terakhir kalinya, Mbah terlihat begitu menikmati momen itu. Mungkin Mbah juga tidak menyangka bahwa momen tersebut adalah momen terakhir Mbah dapat melihat cucu-cucu dan anak-anaknya berkumpul di rumahnya dan mengadakan acara tahun baru bersama-sama. Aku juga sama menikmatinya. Mendengarkan Mbah dan Mbah Uti (Nenek) bercerita adalah bagian yang paling aku sukai. 

Akhir-akhir ini setiap aku mendengarkan lagu Lemon yang dinyanyikan dan diciptakan oleh Kenshi Yonezu, aku selalu mengingat Mbah. Lemon juga sama sepertiku. Kenshi Yonezu menciptakan lagu Lemon untuk mengenang dan mengikhlaskan kakeknya yang juga sudah meninggal. Setiap lagu itu aku putar lewat Winamp, aku selalu mengingat waktu itu, waktu dimana Mbah selalu bertanya ke aku bagaimana kabar sekolahku, apakah ketika aku berangkat dan pulang sekolah, masih diantar Mama. Jawabanku selalu iya. Saat itu aku memang belum bisa mengendarai sepeda motor. 

“Ayo, ndang (segera) bisa sepeda motoran! Masa nanti pas kerja juga masih diantar Mama Papa?” tanya Mbah. Mbah selalu mendukungku untuk sesegera mungkin untuk memberanikan diri mengendarai sepeda motor. Sekarang aku sudah bisa dan berani mengendarai motor di jalan besar seorang diri tetapi Mbah sudah tidak ada. Sedih rasanya ingin membuktikan sesuatu kepada seseorang yang sudah tidak ada di sini. Mbah selalu percaya padaku. Mbah selalu memandangku sebagai harapan. Tetapi aku mengira hanya dia seorang yang percaya padaku bahwa aku bisa melakukannya.

Saat itu, kami sedang ke luar kota. Kami berenam menginap di salah satu Villa. Kami melakukan banyak aktivitas setibanya di sana. Lalu pada malam harinya, kami menghabiskan waktu kami untuk berjalan-jalan di alun-alun kota. Sepulangnya kami dari alun-alun, kami berkumpul di ruang tamu. Kami membahas banyak hal sampai satu ketika temanku ini mengatakan bahwa kita semua yang ada di sini nanti setelah menikah akan menjadi lebih “subur”. Si A dan B semakin gemuk, si C dan D mungkin secara fisik tidak mungkin bisa gemuk tapi perut mereka yang akan jadi buncit. Lalu yang terakhir disebut adalah aku.

“Aku yakin si Reza bisa kurus.” dia berkata demikian dengan rasa percaya diri dan juga dengan lantang di depan teman-teman yang ada di sana. Aku kira hanya Mbah yang percaya padaku. Aku kira setelah kepergian Mbah, tidak ada satupun yang mempercayaiku. Karena belum mendapatkan pekerjaan, banyak yang memandangku remeh dan rendah sehingga tidak mungkin ada yang percaya denganku. Aku tidak menyangka masihada yang memandangku dengan harap. Tapi, jujur, aku sangat senang mendengarnya. Aku senang bahwa aku tidak berjuang seorang diri. Aku juga sangat senang terhadap hal-hal yang kecil dan sederhana sehingga dorongan kecil seperti itu lah yang aku butuhkan untuk melesat lebih tinggi lagi.

Terima kasih.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar